Pengertian Aliran Qadariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata “qadara” yang berarti kemampuan dan kekuatan. Qadariyah menurut termologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala Tindakan manusia tidak diinvertasi oleh Allah Swt. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi setiap perbuatannya, dan dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa paham qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya untuk mewujudkan perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa nama qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia tunduk terhadap qadar atau kadar Allah Swt.
Awal Mula Kemunculan Aliran Qodariyah
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai latar belakang kemunculan aliran Qodariyah. Menurut, Harun Nasution, kemunculan Qodariyah berkaitan erat dengan masalah perbuatan manusia bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Ibnu Taimiyah mengemukakan sejarah timbulnya aliran ini, Qodariyah muncul sebelum aliran Jabariyah. Aliran Qodariyah muncul pada periode terakhir sahabat, yaitu ketika timbul perdebatan tentang qadar ini, para ulama salaf dan para imam telah membantu tentang pendirian kaum Qodariyah, Jabariyah, dan bid’ah-bid’ah kedua golongan ini.
Menurut Ibnu Nabatah, seorang ahli penulis kitab “Syahral ‘uyun” mengatakan bahwa orang yang mula-mula mengembangkan paham Qadariyah adalah seorang penduduk Irak. Pada mulanya, ia seorang Nasrani kemudian masuk Islam dan akhirnya menjadi Nasrani lagi. Dari orang inilah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqiy mengambil paham Qadariyah. Dapat dipahami bahwa pengaruh keyakin Masehian memengaruhi munculnya aliran ini karena pada masa Itu, kaum Muslimin bersentuhan langsung dengan dengan penganut Agama Yahudi dan Nasrani, Termasuk di dalamnya, munculnya peng aruh penafsiran Israiliyat terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
Senada pendapat di atas, Abu Zahrah lebih cenderung tidak me rinci dan tidak memastikan asal, timbul dan berkembangnya paham Qadariyah. Menurut Abu Zahrah, para ahli sejarah pemikiran Islam telah meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah sebenarnya yang pertama kali mengajarkan paham ini, di daerah mana dan berkembang. Hanya saja pedoman umum yang dapat dijadikan pegangan adalah bahwa Basrah dan Iraklah tempat timbulnya dan berkembangnya paham Qadariyah.
Abu Zahrah, selanjutnya menyimpulkan bahwa kaum Muslimin pada akhir masa Khulafa al-Rasyidin dan masa pemerintahan Muawiyah ramai membicarakan masalah Qadha dan Qadar. Sekelompok umat Islam sangat berlebihan dalam meniadakan hak memilih bagi manusia, mereka adalah kaum Jabariyah. Sedangkan kaum Qadariyah juga sangat berlebihan dengan pendapatnya bahwa semua perbuatan manusia adalah murni keinginan manusia yang terlepas dari keingin an atau kehendak Tuhan.
Namun demikian, meski para pakar berbeda pendapat tentang latar belakang kemunculan aliran Qadariyah, para ahli sejarah hampir sepakat bahwa Ma’bad al-Juhani adalah orang yang pertama kali di kalangan kaum Muslimin menyampaikan paham yang menafikan qa dar dan kekuasaan ketuhanan, dan ini terjadi pada masa akhir periode sahabat.
Tokoh-tokoh dalam Aliran Qodariyah
- Ma’bad Al-Jauhani
Pendiri aliran Qodariyah yang sering kali disebut ialah Ma’bad Al-Jauhani dari suku Juhaya. Ma’bad Al-Jauhani berpandangan bahwa paling tidak, kebanyakan perbuatan manusia adalah bebas, khususnya bagi orang-orang yang melakukan kesalahan dan keraguan, karena itu ia menolak perbuatan salah yang dilakukan oleh Banni Umayyah ditentukan olh Allah Swt.
- Ghailan Ad-Dimasyqi
Orang penting kedua di kalangan golongan Qodariyah adalah Ghailan. Nama lengkapnya adalah Abu Marwan Ghailan Ibnu Muslim (atau ibnu Marwan) al-Qibti Ad-Dimasyqi. Qibti bisa juga berarti copt atau anggota dari Qibt, sub divisi Himyar. Ayahnya adalah orang yang dibebaskan oleh khalifah Usman, dan dia sendiri memiliki posisi sebagai sekretaris dalam administrasi pemerintahan Umayyah di Damaskus.
Ajaran pokok Aliran Qodariyah
- Kehendak merupakan salah satu bentuk keinginan. Sebagai umumnya, keinginan, kehendak itu mempunyai tujuan tertentu dan karena itu menghendaki terjadinya tindakan untuk mencapainya.
- Keinginan merupakan suatu tindak lanjut dari pengetahuan, dengan demikian kehendak itu disebut juga keinginan rasional. Hal ini menentukan adanya hubungan konsekuensi antara kehendak dengan pengetahuan sebelumnya.
- Oleh karena kehendak itu bersifat rasional maka biasanya selalu mengarah kepada nilai kebaikan umum termasuk keinginan yang bersifat parsial. Akibatnya, seseorang tidak pernah menghendaki sesuatu kecuali jika mengandung nilai baik menurut pandangan orang tersebut.
- Tidak ada hubungan kemestian antara tujuan umum (dalam perbuatan Tuhan) dan tujuan parsial (dalam perbuatan manusia), sebaliknya manusia yakin bahwa terdapat ruang perbedaan antara kebaikan transenden dan kebaikan terestial (alam); kebaikan terestial dapat saja bersifat bebas sebagai anugerah dari Yang Maha Baik.
- Ketika kehendak itu mengarah kepada suatu objek, dasar ketergantungannya adalah dirinya sendiri. Dengan demikian, ruang lingkup kosmologi tentang objek yang bergerak dan diam, wujud pasif dan aktif adalah mencakup pengertian tentang pengaruh yang sangat menentukan dari kekuatan manusia terhadap perbuatannya sendiri.
- Kedudukan akal lebih tinggi.
- Kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan.
- Percaya adanya sunnatullah dan kausalitas.
- Kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam Alquran dan hadis.
- Mengambil metaforis dari wahyu.
- Dinamika dalam sikap dan berpikir.
0 Komentar