Biografi Singkat Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot India pada 22 Februari 1873. Ia berasal dari keluarga Hindu dari kasta Brahmana yang sudah lama memeluk agama Islam, yakni tiga abad sebelum Iqbal lahir. Lahir dari orang tua yang terkenal dengan kesalehan dan ketaqwaannya. Ayahnya adalah seorang sufi yang bekerja keras demi agama dan kehidupannya. Sebagai anak seorang sufi, Muhammad Iqbal memulai pendidikan masa kanak-kanaknya dengan sang ayah, setelah itu baru kemudian masuk ke dalam maktab (surau) untuk belajar Alqur’an. Tidak diketahui dengan jelas berapa banyak hafalan Alqur’an Muhammad Iqbal Pada masa kanak-kanaknya. Namun tidak dapat diragukan bahwa masa itu dan setelahnya, ia telah banyak menghafal Alqur’an. Saat itu, salah satu kegemarannya adalah membaca dan menghafal Alqur’an. Ayah dari Muhammad Iqbal pernah berkata: “Jika kamu ingin memahami Alqur’an, bacalah seolah kitab itu diturunkan untukmu.” Di kemudian hari, Muhammad Iqbal selalu menjadikan Alqur’an sebagai dasar pijakannya dalam berpikir, bertindak, dan berkarya. Selain sang ayah, Muhammad Iqbal juga mempunyai seorang guru lain, yaitu Maulana Mir Hasan.
Karya-Karya Muhammad Iqbal
Sebagai seorang filosof muslim, Muhammad Iqbal sering menuangkan gagasannya tentang pribadi manusia (ego) yang kemudian menjadi tema pokok dalam sejumlah puisinya. Sejumlah pemikiran Iqbal tentang hal tersebut termuat dalam beberapa kumpulan puisinya, yaitu: Syikwa (Keluhan), Jawab-I-Syikwa (Jawaban Keluhan), Bang-i Dara (Panggilan Lonceng), Asrar-I Khudi (Rahasia Pribadi), dan Rumudzi Bekhudi (Misteri Penyangkalan Diri). Di kemudian hari, beberapa karyanya itu telah disadur dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, beberapa ceramah Iqbal termuat dalam sebuah buku kumpulan ceramah yang berjudul Lecture on The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Buku ini adalah karya filsafatnya yang kedua (Luce, 1981: 8). Sedangkan beberapa karya lainya antara lain: Payam-i-Mashriq (Pesan Dari Timur Jawaid Nama (Kitab Keabadian), Zarb-i-Kalim (Pukulan Tongkat Nabi Musa), Pas Cheh Bayad Kard Aye Aqwam-i-Sharq (Apakah Yang Akan Kau Lakukan Wahai Rakyat Timur?), Musafir Nama, Bal-i-Jibril (Sayap Jibril), Armughan-i-Hejaz (Hadiah Dari Hijaz), Devlopment of Metaphyiscs in Persia, Zabur-i-’Ajam (Taman Rahasia Baru), dan Khusal Khan Khattak.
Pemikiran Kalam Modern Muhammad Iqbal
- Hakikat Teologi, Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa Muhammad iqbal, the Recontraction Of Religion Thought In Islam yang bergerak berupa kesetiaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan. Pandanganya tentang ontology teologi membuatnya berhasil membuat anomaly (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariyah, umpamanya, menggunakan cara dan pola piker ortodoksi islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada kal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkrit merupakan kesalahan besar.
- Pembuktian Tuhan, Dalam membuktikan eksistensi tuhan, Iqbal menolak argumen kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak teleoligis yang berusaha membuktikan eksistensi tuhan yang mengatur penciptaannya dari sebelah luar. Walaupun demikian ia menerima landasan teologis yang imanen. Untuk menompang hal ini, Iqbal menolak pandangan tentang matter serta menerima pandangan whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan oleh Iqbal dalam jangka waktu murni-nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu murni, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi(pergantian). Kesatuannya terdapat seperti kesatuan kuman yang ada di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek moyang para individu, bukan sebagai suatu kumpulan, tetapi suatu kesatuan yang ada di dalamnya mendorong setiap pengalaman untuk menyerap keseluruhannya.
- Jati Diri Manusia, Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofnya. Kata “itun” diartikan sebagai kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya seta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana dengan alla. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran islam karena ajaran hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum Sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya ia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
- Dosa, Iqbal secara tegas mengatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kon disi primitive yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih.
- Surga dan Neraka, Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Quran adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, dan sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Quran adalah api Allah yang menyalanyala dan yang membumbung ke atas hati, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam islam. Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam AlQuran, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan tuhan.
0 Komentar